Sebuah Krisis dan Arti Sahabat

Kali ini curhat lagi yaa. Bukan tentang orang lain kok, tapi ini soal aku sendiri. Mendingan ngomongin diri sendiri dulu lah ya, ngomongin orang lain jatuhnya gibah dan dosa keless. Baiklah, semoga beberapa hal yang aku tulis nanti setidaknya bisa mengurangi beban dan bisa jadi pelajaran buat kita semua.

Entahlah, sudah beberapa waktu ini, ada banyak hal yang bikin hidup ini terasa hidup kembali. Sebenarnya bukan hal yang menyenangkan, bukan pula yang menyedihkan, tapi lebih ke sesuatu yang terasa menyulitkan, menyesakkan, ingin rasanya segera lari dan mengakhiri, tapi nyatanya enggak semudah itu. Terlalu banyak jejak tertinggal kalau harus berlari, dan terlalu berat pula ketika mau melangkah. *galau banget kak?


Aku yakin kok, kalian juga pasti pernah merasakan. Rasanya mulai sesak atas semua yang ada, semacam berada di puncak penderitaan. Well, mari sebut ini sebagai krisis.
Krisis merupakan suatu peristiwa yang merupakan titik balik yang bisa membuat sesuatu menjadi semakin baik atau semakin buruk. Ada banyak hal yang terjadi sebelum akhirnya menjadi krisis, tapi pada intinya krisis ini keadaan yang mengancam (jiwa). Dan dalam krisis pasti terjadi sebuah kemerosotan (ekonomi, mental, moral, iman).


krisis

Untuk wanita seusiaku, sejujurnya sedang krisis-krisisnya. Sepertinya yang aku alami ini lebih mengarah ke krisis mental dan ini hubungannya dengan kepercayaan diri. Setiap hari selalu merasa khawatir (yang berlebihan), ragu-ragu, takut, dan 'gila' akan suatu hal yang nampaknya samar-samar. Kadang krisis ini efeknya bisa ke fisik juga, yang aku rasain sih jadi cepet capek, lelah, gampang pusing padahal aktivitas harian juga biasa saja. 
Pada awalnya merasa baik-baik saja, tapi semakin lama aku yakin ini tidak sehat untuk jiwa.
Krisis ini adalah perihal kehidupan, perjalanan, ujian, cobaan, masalah, dan kerumitan lainnya yang akan selalu ada selama kita masih bernyawa. Ada yang bilang, kalau tidak ada api, maka tidak akan pernah ada bara. Kalau tidak ada bara, cuma dingin yang ada. Cukup aku sadari aja sih, bahwa gak selamanya kita dalam kondisi aman-bahagia-sejahtera dan berkecukupan. Pasti setiap manusia itu dapat ujian yang berbeda-beda bentuknya. Ya memang harus seperti itu, kita ini sudah lahir atas takdir dan pilihan jalan yang berbeda-beda, jadi apa yang dihadapi setiap orang pun juga gak ada yang sama. Dan aku yakin, setiap orang pasti pernah mengalami peristiwa hebat dalam hidup, yang dianggap sangat mengesankan, menggetarkan, atau menyakitkan. Semacam memunculkan api membara kalau mengingatnya. Kalau yang sekarang berada di masa-masa sulit itu, pasti ngrasain ada kemelut di batin dan sudah mentok gak bisa berbuat apa-apa. Iya gak?

Seperti yang belakangan ini aku rasain lah. Ada banyak permasalahan yang gak mungkin diselesaikan saat itu juga. Mau diselesaikan, tapi gak ada kuasa untuk mengakhirinya, gak tau kudu dari mana memulainya. Dan ini jadi semakin kompleks. Akunya juga jadi mikir setiap hari, lalu muncul ketakutan akan masa depan yang begini begitu, terus khawatir akan semua hal. Padahal aku ini tipikal orang yang introvert (tertutup), dan merasa bisa apa-apa sendirian. Setiap hal yang aku rasain, gak perlu aku ungkapkan ke setiap mata disana. Setiap kejadian yang aku alami, tak perlu lah setiap orang tau. Cukup aku saja, dan biarkan aku yang memutuskan. 

Sampai disitu, akhirnya aku ini jadi sosok yang lemah, mentok banget dan gak bisa menentukan. Rasanya udah terhenti. Semangat yang sebelumnya membara, sekarang lama-lama pudar, dan jadinya cuma diam, tanpa solusi. Semua yang terlewat di depan mata, rasanya kosong saja. Rasanya bener-bener sendiri. Meskipun aku terlihat baik-baik saja dan bisa menyatu, tapi sejujurnya apa yang ada di hati malah sebaliknya. Aku merasa sangat sulit mempercayai sesuatu, seseorang, sebuah perkataan, semua hal. Aku berpikir bahwa apa yang didepan mata terasa sia-sia dan lama-lama akan sirna pula. Jadi, tak ingin sedikitpun meletakkan diri kesana, cukup sendiri saja. Ya memang benar begitu, bahwa apapun bisa menghilang sirna dengan cepat tanpa sepengetahuan kita. Tapi mungkin aku menyikapinya terlalu dalam.

Sekian lama menjadi buta, semakin aku ngrasa ini bukan hal yang baik (sepertinya). Menutup diri dan menanggung beban sendiri aku anggap baik-baik saja, tapi nyatanya ini menyesakkan. Yaa ibarat gelas yang di isi air. Gelasnya segitu aja, tapi air yang dimasukkan gak berhenti, ya jelas tumpah dong. Overload! Akhirnya cuma bisa nangis setiap hari, dan berkali-kali aku jadi gampang sakit kepala. Aku segera tau kalau ini semacam krisis, yang muncul saat banyak hal menyulitkan datang bersamaan, rumit, belum siap menghadapi. Lalu aku menolak, mengabaikan, dan mencoba menutup mata.

Rasanya semakin tak terbendung, kaya meluap, dan hampir gila. Akhirnya mulai lelah menanggung sendiri, dan mulailah berani membuka diri untuk berbagi. Berbagi kebahagiaan mah enak ya, aku ini sukanya berbagi kesedihan. Hmm mulai lah sering curhat ke teman dari yang ringan, dari hal-hal yang sederhana, dan aku merasa jauh lebih baik ketika bisa sharing. Lalu ketika sudah merasa klop, dan komitmen untuk saling menjaga rahasia masing-masing, mulailah aku cerita lebih banyak, beserta detailnya. Kok jadi semakin membaik, beban batin pun semakin berkurang bahkan hanya dengan bercerita.

Sejujurnya, teman pun gak pernah sedikitpun memberikan penyelesaian atau pun solusi. Mereka hanya mendengarkan dan tau kondisi diriku saja. Tapi nyatanya, keberadaan mereka lah yang aku butuhkan. Apa yang mereka katakan bisa jadi menguatkan hati, menjadi bahan pertimbangan, dan aku jadi yakin bahwa aku enggak sendirian. Ada yang masih peduli, ada yang selalu bertanya kondisi diri ini. Dari situ aku jadi merasa lebih berarti.

Lalu, krisis diri perlahan-lahan mulai bisa aku kondisikan. Intinya, disaat krisis jangan sampai kita semakin memperburuk kondisi. Yakinkan diri bahwa keberadaan kita ini masih berarti, masih diperlukan orang lain, dan harus ada keyakinan bahwa setelah kesulitan pasti ada kemudahan. Inilah yang harus kita pahami.

Sementara ini problem yang bermacam-macan pun belum ada yang teratasi, hanya bisa berharap dan membiarkan semua membaik seiring berjalannya waktu. Setidaknya ketika kemelut berada di puncak, kita harus bisa bertahan, sesulit apapun kondisinya. Posisi teman/ sahabat/ apapun kamu menyebutnya merupakan tempat kita berbagi, mencegah air di dalam gelas tumpah dan meluap-meluap. Dan sebaliknya, posisiku  pun haruslah bisa menjadi seseorang yang berarti disaat teman ini dalam kondisi krisis.


Thanks God! Allah selamatkan aku lagi untuk yang kesekian kali. Aku masih punya teman, mereka ini yang benar-benar aku percaya, mereka yang selalu ada, yang selalu peduli, dan hanya ke mereka aku bisa meluapkan semuanya, gak ada yang ditutupi. Kartu As banget pokoknya. Terima kasih sahabat, semoga kita selalu diberi kekuatan untuk bertahan, dan segera diberi solusi atas segala permasalahan yang ada.

Sekian.

Sebuah Krisis dan Arti Sahabat Sebuah Krisis dan Arti Sahabat Reviewed by Dini Nh on January 27, 2019 Rating: 5

2 comments:

  1. mbaaaa... terharu aku bacanya. Keberadaan teman ketika dibutuhkan untuk berbagi, adalah salah satu nikmat pertolongan yang dikasih Allah. jangan pernah merasa sendiri ya...
    salam kenal! aku subscriber blogmu lhoh sampe postingan barunya aku masukin ke email :) maaf ya baru komen sekarang hehehe.. kalau ada waktu boleh juga mampir ke blog-ku mba. mudah-mudahan ada yang bisa menghibur ;)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hai farah, salam kenal juga. Ahhh iyaaa, nikmat Allah ternyata banyak bentuknya, salah satunya teman yang baik :')
      Terima kasih banyakk sudah baca tulisan aku. Segera meluncur ke blog km nih :)

      Delete

Powered by Blogger.