Hampir setiap hari, sebagian besar dari apa yang kita lakukan hanya sebatas memenuhi kepentingan dunia saja. Kalau aku boleh menyebut, dunia yang hanya sementara ini telah berhasil membuat jutaan manusia di dalamnya bagaikan ulang-aling yang terbolak balik dan tidak ada titik temunya. Dunia (bumi, langit, beserta isinya) ini pada akhirnya memberikan kesempurnaan hidup bagi sebagian penghuninya. Hingga ketika bicara dunia pun, memang tiada pernah ada ujungnya. Semua kokoh pada pendiriannya, menganggap dunia lah satu-satunya yang terpenting , hingga rela kehilangan segalanya untuk memperjuangkan dunianya itu. Dan hanya sedikit orang saja yang sadar.
Setelah sekian tahun menapaki bumi beserta isinya ini lama-lama membuatku berpikir juga. Bahwa mengingat urusan dunia memang bukan perihal yang ringan. Dibutuhkan jiwa dan ruh yang benar-benar terpuruk agar dapat menyadarkan bahwa dunia itu hanya sementara. Lain halnya ketika jiwa ini sedang terbang, an-nafs sedang membara, semua berjalan dengan normal, dunia yang luas ini pasti serasa di genggaman, benar-benar tepat didepan mata.
An-nafs (dorongan) selalu ada dalam diri manusia. Dorongan yang membara terkadang membawa manusia pada sifat dasarnya, yaitu ingin menjadi sempurna. Ingin memiliki semua yang ada. Ingin menjadi yang terbaik. Ingin menjadi yang dikenal. Ingin kaya-raya. Ingin diingat semua orang disekitarnya. Dan berjuta keinginan (semu) lainnya. Beginilah, an-nafs yang tanpa landasan, mengalahkan segalanya.
Sedangkan apa yang harus aku kalahkan saat ini adalah dorongan yang benar-benar mengganggu jiwa agar tidak terorientasi hanya pada dunia saja. Melainkan semuanya, baik Life-oriented maupun Afterlife-oriented. Aku pun mulai memahami dunia ketika beberapa ujian yang mencoba mengalahkan. Aku pernah berkeinginan menjadi sempurna, pernah. Suatu hari aku pernah menginginkan hidup di dunia dengan sebaik-baiknya. Berharap menjadi seorang pemeran yang bahagia hingga akhir hidupnya. Dan tak jarang berkali-kali niat hati ini tak lurus, mengerjakan sesuatu (kebaikan) hanya untuk menjadi sempurna di depan mata manusia saja. Aku pernah seperti itu, pernah.
Padahal, menjadi sempurna di depan mata manusia itu tak ada batas tegasnya. Banyak contohnya. Kita sudah berusaha hingga berdarah-darah, manusia lain melihat kita masih kurang, masih biasa saja.
Kita berusaha perbaiki diri, dikata sok dewasa.
Mencoba melakukan hal positif, dikira ada pamrihnya.
Itu baru sekedar urusan yang sederhana dan tidak begitu terlihat, pun (manusia) yang lain sudah bisa menyimpulkan seperti itu. Belum lagi urusan yang tampak jelas, misalnya: mencoba disiplin dibilang cari muka, mencoba lebih rapi dibilang bergaya, ibadah tepat waktu dikata sok alim, punya badan gemuk dikata kurang menarik, setelah kurus dikata kaya orang sakit. #curhat
Sebegitu luasnya penilaian manusia terhadap manusia yang lain. Bebas dan benar-benar tanpa dasar.
Banyak kejadian lain yang biasa “menguji” an-nafs kita. Bayangkan ketika kita berusaha untuk menjadi baik, sedangkan yang lain tak mendukungnya. Hal itu pasti membuat an-nafs kita meredup. Pilihannya antara pasrah saja atau coba hantam dan kembalikan. Dan setelah mikir, mikir, mikir seorang manusia memang bisa menjadi api dingin untuk manusia lain. Tampak menyejukkan tapi memadamkan bara api manusia yang lain.
That’s why, jangan menjadi api yang dingin, jangan mematikan bara yang lain. Begitupun sebaliknya. Jadikan api dalam diri selalu membara. Jangan mudah padam. Jangan matikan api membara kita hanya untuk menjadi sempurna di hadapan manusia. Dan jangan lah menjadi jiwa yang begitu mudahnya terprovokasi apa kata orang. Biarkan. Abaikan. Tetap berprinsip.
Jadilah membara dan tetap berapi-api hanya di hadapan-Nya. Berkeinginanlah untuk jadi sesempurna mungkin dalam jalan-Nya. Ingat. Karena semua orang harus menjadi baik. Walaupun setiap jiwa mungkin pernah merasa padam, merasa sendiri, tak ada kawan, tapi jangan lelah, bara yang redup harus tetap kembali menyala.
Thanks sudah mampir di #nyampah kali ini.
Sekian
That’s why, jangan menjadi api yang dingin, jangan mematikan bara yang lain. Begitupun sebaliknya. Jadikan api dalam diri selalu membara. Jangan mudah padam. Jangan matikan api membara kita hanya untuk menjadi sempurna di hadapan manusia. Dan jangan lah menjadi jiwa yang begitu mudahnya terprovokasi apa kata orang. Biarkan. Abaikan. Tetap berprinsip.
Jadilah membara dan tetap berapi-api hanya di hadapan-Nya. Berkeinginanlah untuk jadi sesempurna mungkin dalam jalan-Nya. Ingat. Karena semua orang harus menjadi baik. Walaupun setiap jiwa mungkin pernah merasa padam, merasa sendiri, tak ada kawan, tapi jangan lelah, bara yang redup harus tetap kembali menyala.
Thanks sudah mampir di #nyampah kali ini.
Sekian
Aku Ingin Sempurna
Reviewed by Dini Nh
on
February 01, 2018
Rating:
No comments: